Dalam Islam, kata pendidikan dapat bermakna tarbiyah, berasal dari kata kerja rabba. Di samping kata rabba terdapat pula kata ta’dîb, berasal dari kata addaba. Selain itu, ada juga kata ta’lim. Berasal dari kata kerja ‘allama.
Kata ‘allama mengandung pengertian memberi tahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan membina kepribadian Nabi Sulaiman AS. melalui burung, atau membina kepribadian Nabi Adam AS. melalui nama benda-benda. Berbeda dengan pengertian rabba dan addaba, jelas mengandung kata pembinaan dan pemeliharaan. Oleh karenanya, pendidikan dalam Islam lebih tepat disejajarkan dengan pengertian tarbiyah atau ta’dib, bukan dalam pengertian ta’lim.
Hasan Langgulung menjelaskan, ketiga istilah itu bisa dipergunakan, hanya kata ta’lim diartikan semata kepada pengajaran, yang lebih sempit dari arti pendidikan. Sedangkan kata tarbiyah, penggunaannya lebih luas, yang juga digunakan untuk binatang dan tumbuh-tumbuhan dengan pengertian memelihara atau membela, membentuk, dan lain-lain. Menurutnya, istilah education (Inggris) yang juga semakna dengan pendidikan, hanya berlaku bagi manusia saja.
Menurut Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional: Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sementara itu Ahmad D. Marimba menambahkan, bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya pribadi yang utama.
Menurut Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA. pandangan Islam tentang pendidikan sangatlah luas dan mendalam, tetapi secara singkat dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bahwa belajar merupakan perintah utama dari agama Islam.
Artinya:
“(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, (3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.”
Membaca, secara psikologis mengandung muatan; proses mental yang tinggi, proses pengenalan (cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan (verbalization), pemikiran (reasoning), daya kreasi (creativity) dan sudah barang tentu proses psikologi.
Secara sosiologis, membaca juga mengandung muatan: proses yang menghubungkan perasaan, pemikiran dan tingkah laku seseorang dengan orang lain. Membaca juga merupakan sistem perhubungan (Communication system) yang merupakan syarat mutlak terwujudnya sistem sosial. Selanjutnya penggunaan bahasa (yang tertulis dan dibaca) merupakan gudang tempat menyimpan nilai-nilai budaya yang dipindahkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
2. Bahwa ilmu dan orang berilmu sangat dihargai dalam Islam.
Apresiasi Islam terhadap ilmu bukan hanya terkandung dalam ajaran tetapi juga terbukti dalam sejarah, terutama sejarah klasik Islam. Dalam Al Qur'an disebutkan bahwa orang mu'min yang berilmu dilebihkan derajatnya (Q/58:11).
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
3. Memilih ilmu dibanding harta adalah merupakan keputusan yang tepat dan menguntungkan, baik secara moril maupun materiil.
Ketika Nabi Sulaiman ditawari Allah SWT untuk memilih ilmu, harta atau kekuasaan, Sulaiman memilih ilmu, dan dengan ilmu maka ia kemudian memperoleh harta dan kekuasaan. Ali bin Abi Talib berkata bahwa ilmu bisa menjagamu, sedangkan harta, engkaulah yang harus menjaganya. Harta jika diberikan kepada orang lain maka harta itu dapat berkurang, tetapi ilmu semakin sering diberikan kepada orang justru semakin bertambah.
4. Perjuangan di jalan ilmu (sebagai murid, guru atau fasilitator) akan memudahkan jalan menuju kebahagiaan surgawi.
“Barangsiapa memilih jalur ilmu maka Allah akan memudahkan jalan baginya ke surga.” (H.R.Turmuzi)
5. Pertanggungjawaban ilmu adalah pada seberapa jauh mengamalkannya.
6. Orang 'alim yang tidak mengamalkan ilmunya, secara moral dosanya lebih besar dibanding orang kafir (yang memang tidak memiliki ilmu).
7. Pendidikan harus diorientasikan ke masa depan, untuk menyongsong dan mengantisipasi perkembangan mendatang.
8. Sesuai dengan kapasitas masing-masing, setiap orang diberi peluang yang pas untuk berkecimpung dalam bidang ilmu.
9. Jika mau menekuni suatu ilmu, pilihlah ilmu yang berguna, yang relevan dengan kemaslahatan hidup, jangan asal ilmu.
Rasulullah SAW pernah berdoa yang artinya adalah “Ya Allah, aku berlindung kepada Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan dari hati yang tidak khusyu', dan dari nafsu yang tidak mau kenyang serta dari doa yang tak dikabulkan.” (H.R. Ahmad dalam Musnadnya)
10. Ilmu merupakan investasi jangka panjang.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Jika manusia mati maka putuslah produktivitas mereka, kecuali tiga hal, (1) amal jariah, (2) ilmu yang diambil manfaatnya oleh orang lain, dan (3) anak saleh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya.” (H.R. Bukhari)
11. Sumber ilmu ada dua, yaitu dari Allah SWT, melalui wahyu, ilham dan intuisi, dan ilmu yang di produk oleh akal manusia.
12. Betapapun pandainya seseorang, ia tidak boleh menyombongkan diri, karena pasti ada orang lain yang melebihinya, dan hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
13. Menurut Imam Gazali ada tiga kategori ulama, yaitu hujjah, hajjaj dan mahjuj.
a) hujjah adalah orang yang alim, wara', zuhud dan mengutamakan agama dibanding yang lain.
b) hajjaj lebih dari itu, mampu membela agama dari serangan luar, dan
c) mahjuj adalah ulama yang 'alim tetapi sifatnya tidak mulia karena ia lebih menyukai kehidupan dunia dibanding kemuliaan ukhrawi.
14. Dari tiga lingkaran pendidikan, rumah tangga, sekolah dan lingkungan masyarakat, pendidikan dalam rumah merupakan pondasi utama, meskipun sekolah dan lingkungan masyarakat juga besar pengaruhnya. Oleh karena itu contoh dan teladan orang tua kepada anak-anaknya di rumah besar sekali andilnya dalam pembentukan generasi.
15. Ilmu boleh dipelajari dari sumber manapun yang tepat sesuai dengan bidangnya. Tidak mengapa seorang muslim belajar matematika kepada orang Kristen, belajar teknologi kepada orang Yahudi, belajar berburu kepada orang primitif.
16. Pergi merantau dalam rangka mencari ilmu dipandang sangat positif dalam pengembangan diri dan wawasan.
17. Jalan hidup yang benar akan membantu keberkahan ilmu, sementara jalan hidup yang salah akan menghilangkan nilai keberkahan ilmu.
18. Bahwa kewajiban belajar itu tidak dibatasi oleh umur, oleh karena itu hidup berumah tangga tidak menghalangi keharusan menuntut ilmu, atau nikah dan belajar dapat sejalan, tidak harus dipertentangkan. Prinsip pendidikan dalam Islam adalah pendidikan seumur hidup, long life education;artinya: Tuntutlah ilmu sejak dari ayunan hingga ke liang lahat.
Tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup, sebab pendidikan bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia. Nasharuddin Thaha mengutip al-Ghazali, yang menyimpulkan tujuan akhir pendidikan, yakni : Keutamaan dan pendekatan diri kepada Allah.
Sedangkan Muhammad Athiyah al-Abrasyi menyimpulkan tujuan umum pendidikan Islam ada lima, yaitu: Pertama, untuk membentuk akhlaq yang mulia. Kaum muslimin dari dahulu sampai sekarang sepakat bahwa pendidikan akhlaq yang sempurna adalah pendidikan yang sebenarnya. Kedua, persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan Islam bukan hanya menitikberatkan pada keagamaan atau keduniaan saja, tetapi pada keduanya. Ketiga, persiapan untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi manfaat, atau secara populer diistilahkan dengan tujuan vocational dan professional. Keempat, menumbuhkan semangat ilmiah pada para pelajar, dan memuaskan rasa ingin tahu, serta memungkinkan mereka mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri. Kelima, menyiapkan pelajar dari segi profesi, teknik, dan pertukangan supaya dapat menguasai profesi tertentu dan keterampilan pekerjaan tertentu, agar dapat mencari rizki dalam hidup, di samping memelihara segi kerohanian dan keagamaan.
Sedangkan Muhammad Fadhil al-Jamali menyebutkan tujuan pendidikan yang diambil dari Al-Quran sebagai berikut: Pertama, memperkenalkan tempat manusia di antara makhluk-makhluk, dan tanggung jawab perorangannya dalam hidup ini. Kedua, memperkenalkan hubungan sosial dan tanggung jawab manusia dalam rangka satu sistem sosial. Ketiga, memperkenalkan alam semesta serta mengajak manusia memahami hikmah penciptaan-Nya, dan memungkinkan atau mengambil faedahnya.
Selain itu Muhammad Munir Mursi menjelaskan tentang tujuan pendidikan Islam adalah : Pertama, terciptanya manusia seutuhnya, karena Islam itu adalah agama yang sempurna. Kedua, terciptanya kebahagiaan dunia dan akhirat, merupakan tujuan yang seimbang. Ketiga, menumbuhkan kesadaran manusia untuk mengabdi dan takut kepada-Nya. Keempat, menguatkan ukhuwah Islâmiyyah di kalangan kaum muslimin.
Referensi:
Ahmad D. Marimba, 1974, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, al-Ma'arif, Bandung, Cet.III.
Almath, Dr. Muhammad Faiz. 1991. 1100 Hadist Terpilih: Sinar Ajaran Muhammad. Jakarta: Gema Insani.
Anwar Jasin, 1985, Kerangka Dasar Pembaharuan Pendidikan Islam : Tinjauan Filosofis, Jakarta.
H.A.R. Tilar, 1998, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, Tera Indonesia, Magelang, Cet. I,.
Imam Barnadib, 1997, Filsafat Pendidikan Sistem & Metode, Penerbit Andi, Yogyakarta, Cet. Kesembilan,.
Mubarok, Prof. Dr. Achmad, MA. ___. Pandangan Islam Tentang Pendidikan.Website: http://mubarok-institute.blogspot.com/pandangan-islam-terhadap-pendidikan.html (diunduh tanggal 18 November 2009)
http://materitarbiyah.wordpress.com/2008/02/01/pentingnya-pendidikan-islam/ (diunduh tanggal 18 November 2009)
terimkasih mas sudah berbagi ilmu,, infonya bagus,,
BalasHapusinfonya menarik bange mas,,, ini membantu adik saya yang masih sekolah
BalasHapus